Jumat, 06 Mei 2016

Prasangka, diskriminasi dan etnosentris di Indonesia

Prasangka, diskriminasi dan etnosentris di Indonesia


Prasangka dan diskriminasi dapat dibedakan dengan jelas. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjuk kepada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap berprasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tidak dapat dipisahkan.
Seorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatif tanpa berlatar belakang pada suatu prasangka. Demikian juga sebaliknya, seseorang yang berprasangka dapat saja berperilaku tidak diskriminatif.
Sikap berprasanka jelas tidak adil, sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang di dengar. Labih-lebih lagi bila sikap berprasangka itu muncul dari jalan pikiran sepintas. Apabila muncul suatu sikap berprasangka dan diskriminatif terhadap kelompok sosial lain, atau terhadap suatu suku bangsa, bisa jadi akan menimbulkan pertentangan-pertentangan sosial yang lebih luas.


Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi
1.             Berlatar belakang sejarah
2.             Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
3.             Bersumber dari faktor kepribadian
4.             Berlatar belakangdari perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama

Salah satu konflik yang dapat kita ambil kasusnya adalah kasus yang terjadi di Aceh Singkil beberapa waktu lalu adalah karena adanya permasalahan yang dinilai masyarakat lain sebagai tindakan diskriminasi antar umat beragama. Dimana menurut kabar berita yang ada, umat Islam melarang adanya kegiatan rohani umat Kristen di daerah Aceh Singkil. Tetapi, ternyata kejadian itu bukan terjadi karena faktor diskriminasi. melainkan karena adanya kesalahpahaman. Karena kesalahpahaman inilah yang menimbulkan kekacauan di daerah tersebut. Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Sumatera Utara pada menyayangkan lemahnya kinerja aparat pemerintahan sehingga memicu konflik horizontal di Aceh Singkil. “Apa yang terjadi di Aceh Singkil bukanlah masalah intoleransi, tapi soal ketidakbecusan Pemerintah Daerah setempat dalam mengatur keberadaan rumah ibadah tanpa izin alias ilegal. Ini akar masalah sesungguhnya,” ungkap Khairul Anwar Hasibuan, SH dari PAHAM Sumut. (sumber: hidayatullah.com/berita/nasional)
Meskipun menurut PAHAM kasus Aceh Singkil akibat dari kesalahpahaman, tapi dalam kejadian tersebut nyatanya kita dapat mengetahui manfaat mempelajari tentang prasangka, diskriminasi dan etnosentris. Kita harus saling menghargai sesama masyarakat. Pentingnya saling menjaga hubungan antar suku, agama, maupun ras.

Dan upaya untuk mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminasi adalah:
  1. Perbaikan kondisi sosial ekonomi.
  2. Perluasan kesempatan belajar.
  3. Sikap terbuka dan lapang dada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisa Kegagalan Struktur Jembatan Kutai Kartanegara

Forensik dan Penilaian Bangunan Studi Kasus : Kegagalan Struktur Jembatan Kutai Kartanegara Jembatan Kutai Kartanegara merupakan sala...